2017-11-15

Makna Islam

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,



Jika kita perhatikan dalam kamus, arti kata islam tidak keluar dari makna inqiyad (tunduk) dan istislam (pasrah). 
(al-Mu’jam al-Wasith, 1/446).

Diantara penggunaan makna bahasa ini, Allah sebutkan dalam al-Quran ketika menceritakan penyembelihan Ismail yang dilakukan Nabi Ibrahim as,


فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ . وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ . قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا
Ketika keduanya telah pasrah dan dia meletakkan pelipisnya. Kami panggil dia, ‘Hai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi wahyu itu…
(QS. as-Shaffat: 103)

Makna islam secara istilah tidak jauh dari makna bahasanya.

Imam Muhamad bin Sulaiman at-Tamimi mengatakan,

الإسلام هو الاستسلام لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة ، والبراءة من الشرك وأَهله
Islam adalah pasrah kepada Allah dengan bertauhid, tunduk kepada-Nya dengan mentaati-Nya, dan berlepas diri dari semua kesyirikan dan pelakunya.
(Tsalatsah al-Ushul, 1/189)

Mengapa harus berlepas diri dari syirik?

Jelas, karena tidak ada manfaatnya orang yang mengaku islam, namun dirinya masih berbuat kesyirikan atau kekufuran. Sementara keduanya adalah lawan bagi ajaran islam.

Nama Dari Al-Quran

Allah ta’ala sendiri memberi nama agama ini dengan islam. Allah berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sesungguhnya agama yang diterima Allah, hanyalah islam. 
(QS. Ali Imran: 19)

Dalil tentang nama ini juga disebutkan dalam ayat yang lain. Allah juga memberi nama pengikut islam dengan kaum muslimin.
Allah berfirman,

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
Dia(Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah)telah menamai kamu sekalian dengan kaum muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam al-Quran ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia.. 
(QS. al-Hajj: 78)

Dibalik Nama Islam

Semua aliran dan semua agama punya nama. Dan jika kita perhatikan, hampir semua nama agama dan aliran itu kembali kepada sosok tertentu atau kelompok tertentu. Seperti nasrani, diambil dari nama bangsa Nashara, Yahudi diambil dari nama kabilah Yahudza, Budha diambil dari kata Budhis, dst.

Berbeda dengan islam. Nama ini tidak dikembalikan pada nama sosok atau tokoh tertentu atau suku tertentu. Karena nama ini menunjukkan isi ajarannya. Karena itulah, dalam sejarah agama, tidak dikenal istilah pencetus islam, atau pendiri islam. Disamping ajarannya lebih menyeluruh, bisa diikuti semua kelompok masyarakat.
(al-Islam: Ushul wa Mabadi, 2/105).



Islam Dibagi Menjadi Dua Pengertian

Dengan melihat definisi Islam, yang intinya adalah pasrah dan tunduk pada semua aturan Allah, para ulama membagi Islam menjadi dua,



Islam dalam arti umum

Yang dimaksud Islam dalam arti umum adalah semua ajaran para nabi, yang intinya mentauhidkan Allah dan mengikuti aturan syariat yang berlaku ketika itu.
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan:

الإسلام بالمعنى العام: هو التعبد لله بما شرع منذ أن أرسل الله الرسل إلى أن تقوم الساعة
Islamm arti umum adalah menyembah Allah sesuai dengan syariat yang Dia turunkan, sejak Allah mengutus para rasul, hingga kiamat. (Syarh Ushul at-Tsalatsah, hlm. 20)

Berdasarkan pengertian ini, berarti agama seluruh Nabi dan Rasul beserta pengikutnya adalah islam. Meskipun rincian aturan syariat antara satu dengan lainnya berbeda Diantara dalil mengenai islam dalam makna umum, dalam Al-Quran, Allah menyebut Ibrahim  as, dan anak keturunannya, orang-orang islam.

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.”
 

(QS. al-Baqarah: 132).

Allah juga mengingkari klaim sebagian orang bahwa Ibrahim as, penganut yahudi dan nasrani,

أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطَ كَانُوا هُودًا أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنْتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللَّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَتَمَ شَهَادَةً عِنْدَهُ مِنَ اللَّهِ
Kalian (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani?” Katakanlah: “Apakah kamu lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?”

(QS. al-Baqarah: 140)


Islam dalam arti khusus

Islam dalam arti khusus adalah ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Syariat beliau menghapus syariat sebelumnya yang bertentangan dengannya . Imam Ibnu Utsaimin menyebutkan,

والإسلام بالمعنى الخاص بعد بعثة النبي صلى الله عليه وسلم يختص بما بعث به محمد صلى الله عليه وسلم لأن ما بعث به  النبي صلى الله عليه وسلم نسخ جميع الأديان السابقة فصار من أتبعه مسلماً ومن خالفه ليس بمسلم
Islam dengan makna khusus adalah islam setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Khusus dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Karena Syariat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam menghapus semua agama sebelumnya. Sehingga pengikutnya adalah orang islam, sementara yang menyimpang dari ajaran beliau, bukan orang islam. 

Pengikut para nabi terdahulu, mereka muslim ketika syariat nabi mereka masih berlaku. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam diutus, syariat mereka tidak berlaku, sehingga mereka bisa disebut muslim jika mengikuti syariat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.
Sebagai permisalan, ketika ada orang nasrani yang mengikuti ajaran Isa as, lahir batin. Dia komitmen dengan ajaran paling otentik yang disampaikan Isa as, kecuali satu masalah, yaitu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam diutus, dia tidak mau mengikuti beliau, maka orang ini bukan muslim.

(Syarh Ushul at-Tsalatsah, hlm. 20)

Andai orang ini hidup di zaman Isa as, dia bisa jadi seorang muslim.

Allahu a’lam.

Oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Via: https://konsultasisyariah.com/24235-apa-itu-islam.html

Kerinduan Sayyidina Bilal ra Pada Rasulullahﷺ

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ



Bilal bin Rabah menjadi muazin tetap selama Rasulullahﷺ hidup. Selama itu pula, Rasulullahﷺ sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan  begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, "Ahad..., Ahad...(Allah Maha Esa)."

Sesaat setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi" (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru.

Sejak kepergian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, Bilal tak sanggup mengumandangkan azan. Setiap sampai kepada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rosuulullaahi" (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu.

Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam.

Awalnya, Ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata,
"Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya."
Abu Bakar menjawab,
"Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah."
Bilal menyahut,
"Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam wafat."

Abu Bakar menjawab, "Baiklah, aku mengabulkannya." Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus.

Lama Bilal tak mengunjungi Madinah, sampai pada suatu malam, Nabi hadir dalam mimpi Bilal, dan menegurnya, "Ya Bilal, wa maa hadzal jafa'? Hai Bilal, kenapa engkau tak mengunjungiku? Kenapa sampai begini?"

Bilal pun bangun terperanjat, airmata rindunya seketika tak terbendung lagi. Segera dia mempersiapkan perjalanan ke Madinah, untuk ziarah pada Nabi. Sekian tahun sudah dia meninggalkan Nabi.

Setiba di Madinah, Bilal bersedu sedan melepas rasa rindunya pada Nabi, pada sang kekasih. Penduduk Madinah yang mengetahui kedatangannya, segera keluar dari rumah untuk menyambutnya. Ketika masuk waktunya sholat, beberapa Sahabat meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan. Akan tetapi Bilal terus menolak permintaan itu.

Saat itu, dua pemuda yang telah beranjak dewasa, mendekatinya. Keduanya adalah cucunda Nabi, Hasan dan Husein. Kali ini mereka berdua yang meminta Bilal untuk mengumandangkan adzan, "Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan buat kami? Kami ingin mengenang kakek kami."

Sembari mata sembab oleh tangis, Bilal yang kian beranjak tua memeluk kedua cucu Nabi itu.
“wahai cahaya mataku, wahai dua orang yang sangat dicintai Rasul, sesungguhnya wajib bagiku untuk memenuhi keinginan kalian. Sesungguhnya apabila semua penduduk bumi memintaku mengumandangkan adzan, aku tetap tak akan mau melalukannya. Akan tetapi, setiap permintaan kalian berdua, adalah keharusan bagiku untuk melaksanakannya.”
Ketika itu, Umar bin Khattab yang telah jadi Khalifah juga sedang melihat pemandangan mengharukan itu, dan beliau juga memohon Bilal untuk mengumandangkan adzan, meski sekali saja.

Bilal pun memenuhi permintaan itu. Saat waktu shalat, dia naik pada tempat dahulu biasa dia adzan pada era Nabi. Mulailah dia mengumandangkan adzan.

Saat lafadz "Allahu Akbar" dikumandangkan olehnya, mendadak seluruh Madinah senyap, segala aktifitas terhenti, semua terkejut, suara yang telah bertahun-tahun hilang, suara yang mengingatkan pada sosok nan agung, suara yang begitu dirindukan, itu telah kembali.

Ketika Bilal meneriakkan kata "Asyhadu an laa ilaha illallah", seluruh isi kota madinah berlarian ke arah suara itu sembari berteriak, bahkan para gadis dalam pingitan mereka pun keluar.

Dan saat Bilal mengumandangkan "Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah", Madinah pecah oleh tangisan dan ratapan yang sangat memilukan. Semua menangis, teringat masa-masa indah bersama Nabi. Umar bin Khattab yang paling keras tangisnya. Bahkan Bilal sendiri pun tak sanggup meneruskan adzannya. Lidahnya tercekat oleh air mata yang berderai. Setelah itu ia jatuh pingsan bersama banyak orang yang lain karena kerinduan mereka akan sosok Rasulullah SAW.

Hari itu, madinah mengenang masa saat masih ada Nabi. Tak ada pribadi agung yang begitu dicintai seperti Nabi. Dan tidak pernah disaksikan hari yang lebih banyak laki-laki dan wanita menangis daripada hari itu

Dan adzan itu, adzan yang tak bisa dirampungkan itu, adalah adzan pertama Bilal sekaligus adzan terakhirnya semenjak Nabi wafat. Dia tak pernah bersedia lagi mengumandangkan adzan. Sebab kesedihan yang sangat segera mencabik-cabik hatinya mengenang seseorang yang karenanya dirinya derajatnya terangkat begitu tinggi.

Beberapa hari kemudian Bilal bin Rabah jatuh sakit. Saat menjelang kematiannya, istri Bilal menunggu di sampingnya dengan setia seraya berkata, "Oh, betapa sedihnya hati ini...."

Tapi, setiap istrinya berkata seperti itu, Bilal membuka matanya dan membalas, "Oh, betapa bahagianya hati ini.... " Lalu, sambil mengembuskan napas terakhirnya, Bilal berkata lirih,
"Esok kita bersua dengan orang-orang terkasih...Muhammad dan sahabat-sahabatnyaEsok kita bersua dengan orang-orang terkasih...Muhammad dan sahabat-sahabatnya"



Via: Alif Sanjaya09

Featured Post

Kisah Perjuangan Rasululahﷺ Dalam Berdakwah