Ibnu Qayyim menyebutkan tingkatkan-tingkatan wahyu, yaitu:
- Mimpi yang hakiki. Ini merupakan permulaan wahyu yang turun kepada Nabi Muhammadﷺ.
- Apa yang di susupkan ke dalam jiwa dan hati beliau, tanpa dilihatnya, sebagaimana yang dikatakan Muhammadﷺ, "sesungguhnya Ruhul-Qudus menghembuskan kedalam diriku, bahwa suatu jiwa sama sekali tidak akan mati hingga disempurnakan rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah, baguskan dalam meminta, dan janganlah kalian menganggap lamban datangnya rezeki, sehingga kalian mencarinya dengan cara mendurhakai Allah, karena apa yang ada disisi Allah tidak akan bisa diperoleh kecuali dengan mentaati-Nya.
- Malaikat muncul dihadapan Rasulullahﷺ dalam rupa seorang laki-laki, lalu berbicara dengan beliau hingga beliau bisa menangkap secara langsung apa yang dibicarakannya. Dalam tingkatan ini kadang-kadang para sahabat juga dapat melihatnya.
- Wahyu itu datang menyerupai gemerincing lonceng. Ini merupakan wahyu yang paling berat dan malaikat tidak terlihat oleh pandangan Nabi Muhammadﷺ hingga dahi beliau berkerut mengeluarkan keringat sekalipun pada waktu yang sangat dingin dan hingga hewan tunggangan beliau menderum ke tanah jika beliau sedang menaikinya. Wahyu seperti ini pernah datang tatkala paha beliau berada di atas Zaid bin Tsabit, sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja tidak kuat menyangganya.
- Nabi Muhammadﷺ bisa melihat malaikat dalam rupa aslinya, lalu menyampaikan wahyu seperti yang dikehendaki Allah kepada beliau.Wahyu seperti ini pernah datang dua kali, sebagaimana yang disebutkan Allah di dalam surat An-Najm.
- Wahyu yang disampaikan Allah kepada beliau, yaitu di atas lapisan-lapisan langit pada malam Mi'raj yang berisi kewajiban shalat dan lain-lainnya.
- Allah berfirman secara langsung dengan nabi Muhammadﷺ tanpa menggunakan perantara, sebagaimana Allah berfirman kepada Musa bin Imran.Wahyu semacam ini pasti berlaku bagi Musa berdasarkan nash Al-Qur'an dan menurut penuturan beliau dalam hadits tentang Isra'.
Sebagian pakar menambahi dengan tingkatan wahyu yang kedelapan, yaitu Allah berfirman langsung dihadapan beliau tanpa ada tabir. Ini termasuk masalah yang di pertentangkan orang-orang shalaf maupun khalaf.
Begitulah uraian singkat tentang tingkatan-tingkatan wahyu, dari yang pertama hingga kedelapan. Namun yang pasti, tingkatan yang terakhir ini merupakan pendapat yang tidak kuat.
(Zadul-Ma'ad, 1/18).
(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri hal.67-68).