Showing posts with label Kisah Rasulullah Saw. Show all posts
Showing posts with label Kisah Rasulullah Saw. Show all posts

2018-01-16

Daya tarik kepribadian Rasulullahﷺ sebelum Nubuwah

Nabi Muhammadﷺ telah menghimpun sekian banyak kelebihan dari berbagai lapisan manusia selama pertumbuhan beliau. Beliau menjadi sosok yang unggul dalam pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran dan ketepatan dalam mengambil keputusan. Beliau lebih suka diam lama-lama untuk mengamati, memusatkan pikiran dan menggali kebenaran.

Dengan akalnya beliau mengamati keadaan negerinya, Dengan fitrahnya yang suci beliau mengamati lembaran-lembaran kehidupan, keadaan manusia dan berbagai golongan. Beliau merasa risih terhadap Khurafat dan menghindarinya.

Beliau berhubungan dengan manusia, dengan mempertimbangkan keadaan dirinya dan keadaan mereka. Selagi mendapatkan yang baik, maka beliau mau bersekutu didalamnya. Jika tidak, maka beliau lebih suka dengan kesendiriannya.

Beliau tidak mau meminum khamr, tidak mau makan daging hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada patung-patung. Bahkan sewaktu kecil beliau senantiasa menghindari jenis-jenis penyembahan yang batil ini. Sehingga tidak ada sesuatu yang lebih beliau benci selain daripada penyembahan kepada patung-patung ini, dan hampir-hampir beliau tidak sanggup menahan kesabaran tatkala mendengar sumpah yang disampaikan kepada "Latta" dan "Uzza".

Tidak diragukan lagi bahwa takdir telah mengelilingi agar beliau senantiasa terpelihara. Jika ada kecenderungan jiwa yang tiba-tiba menggelitik untuk mencicipi sebagian kesenangan dunia atau ingin mengikuti sebagian tradisi yang tidak terpuji, maka pertolongan Allah masuk sebagai pembatas antara diri beliau dan kesenangan atau kecenderungan itu.

Ibnu Atsir meriwayatkan, bahwa Rasulullahﷺ pernah bersabda,
"Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan orang-orang Jahiliyah kecuali hanya dua kali, namun kemudian Allah menjadi penghalang antara diriku dan keinginan itu, setelah itu aku tidak lagi berkeinginan sedikit pun hingga Allah memuliakan aku dengan risalah-Nya."
"Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang pemuda yang sedang menggembala kambing bersamaku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak mengobrol disana seperti yang dilakukan pemuda lain."Aku akan melakukannya," kata pemuda rekanku. Maka aku beranjak pergi.
Di samping rumah pertama yang aku lewati di Makkah, aku mendengar suara tabuhan rebana.
"Ada apa ini?", Aku bertanya.
Orang-orang menjawab, "perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah."
Aku ikut duduk-duduk dan mendengarkan, namun Allah menutup telingaku dan aku langsung tertidur, hingga aku terbangun karena sengatan matahari esok harinya.

Aku kembali menemui rekanku dan dia langsung menanyakan keadaanku.
Maka aku mengabarkan apa yang terjadi.
Pada malam lainnya aku berkata seperti itu pula dan berbuat hal yang sama.
Namun lagi-lagi aku mengalami hal yang sama seperti malam sebelumnya. Maka setelah itu aku tidak lagi ingin berbuat hal yang buruk."

(Kesahihan hadist ini di perselisihkan, Al-Hakim menshahihkan dan Ibnu Katsir mendhaifkannya didalam Al-Bidayah wan-Nihayah, 2/287).

Al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata,
"Tatkala Ka'bah sedang di renovasi. Nabiﷺ ikut bergabung bersama Abbas mengambil batu, lalu Abbas berkata kepada Rasulullahﷺ, "angkatlah jubahmu hingga diatas lutut, agar engkau tidak terluka oleh batu," namun justru karena itu beliau jatuh terjerembab ke tanah, maka beliau menghujamkan pandangan ke langit kemudian bersabda, "Ini gara-gara jubahku, ini gara-gara jubahku." Lalu Rasulullahﷺ mengikatkan jubahnya.
Dalam riwayat lain disebutkan, setelah itu tidak pernah terlihat beliau menampakkan auratnya.
(Karena paha laki-laki dianggap sebagai aurat yang tidak layak diperlihatkan. Shahihul-Bukhari, bab Bunyanil-Ka'bah 1/540).

Keadaan Rasulullahﷺ pernah di gambarkan Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid
"Beliau membawa bebannya sendiri, memberi orang miskin, menjamu tamu dan menolong siapapun yang hendak menegakkan kebenaran". 
(Syahibul Bukhari, 1/3)


(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri)

2018-01-14

Nabi Muhammadﷺ menikahi Khadijah binti khuwailid


Kisah ini terjadi pada saat beliau telah berusia dua puluh lima tahun. Muhammadﷺ pergi berdagang ke Syam, menjalankan barang dagangan Khadijah,. Ibnu Ishaq menuturkan Khadijah binti Khuwailid adalah seorang wanita pedagang yang terpandang dan kaya raya.

Dia biasa menyuruh orang-orang menjalankan barang dagangannya, dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Sementara orang-orang Quraisy mempunyai hobi berdagang. Tatkala Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran perkataan Muhammadﷺ, kredibilitas, dan kemuliaan akhlak beliau. Maka dia pun mengirimkan utusan dan menawarkan kepada Muhammadﷺ agar berangkat ke Syam, untuk menjalankan barang dagangannya. Dia siap memberikan imbalan jauh lebih banyak dari imbaln yang pernah dia berikan kepada pedagang yang lain. Namun Muhammadﷺ harus pergi bersama seorang pembantu yang bernama Maisarah.
Muhammadﷺ menerima tawaran ini, maka beliau berangkat ke Syam untuk berdagang dengan disertai Maisarah.


Setibanya di Makkah dan setelah Khadijah tahu keuntungan dagangannya yang melimpah, yang tidak pernah dilihat sebelumnya, apa lagi setelah pembantunya Maisarah mengabarkan kepada Khadijah atas apa yang di lihatnya pada diri Muhammadﷺ selama menyertainya, bagaimana sifat-sifatnya yang mulia, kecerdikan dan kejujuran beliau, maka seakan-akan Khadijah mendapatkan barangnya yang pernah hilang dan sangat diharapkannya.

Sebenarnya sudah banyak para pemuka dan pemimpin kaum yang ingin menikahinya, namun dia tidak mau. Tiba-tiba saja dia teringat seorang rekannya, Nafisah binti Munyah. Dia meminta agar rekannya ini menemui Muhammadﷺ dan membuka jalan agar mau menikah dengan Khadijah. Ternyata Muhammadﷺ menerima tawaran ini, lalu beliau menemui paman-pamannya, lalu paman-paman beliau menemui paman-paman Khadijah untuk mengajukan lamaran. Setelah semuanya dianggap beres, maka perkawinan siap dilaksanakan.


Yang ikut hadir dalam pelaksanaan akad nikah adalah Bani Hasyim dan para pemuka Bani Mudhar. Hal ini terjadi dua bulan sepulang Muhammadﷺ dari Syam, dan mas kawin beliau adalah dua puluh ekor unta. Usia Khadijah sendiri empat puluh tahun, yang pada masa itu dia merupakan wanita paling terpandang, cantik, pandai dan sekaligus kaya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Muhammadﷺ. Beliau tidak pernah menikahi wanita lain hingga Khadijah meninggal dunia.



Semua putra-putri beliau, selain Ibrahim yang dilahirkan Mariah Al-Qibthiyah, dilahirkan dari rahim Khadijah.



(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri)

Perang Fijar dan diadakannya Hilful-Fudhul


Perang yang terjadi pada saat Rasulullahﷺ berusia lima belas tahun antara pihak Quraisy bersama Kinanah berhadapan dengan pihak Qais Ailan. Komandan pasukan dari pihak Quraisy dan Kinana dipegang oleh bin Umayyah, karena pertimbangan usia dan kedudukannya terpandang.

Pada awal mulanya pihak Qais lah yang mendapatkan kemenangan. Namun kemudian beralih kepada pihak Quraisy dan Kinanah.
Dinamakan perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah Haram dan bulan-bulan suci. Dan Rasulullahﷺ ikut bergabung dalam peperangan ini, dengan cara mengumpulkan anak-anak panah bagi paman-pamannya untuk dilepaskan lagi ke pihak musuh.

Sirah Nabawiyah,Ibnu Hisyam, 1/148-147;
Qalbu Jaziratil-Arab, hal: 260;
Muhadharat Tarikhil-Umam Al-Islamiyya, Al-Khadhri, 1/63.

"Sekalipun perang Fijar berlangsung selama empat tahun, namun masa berkecamuknya hanya beberapa hari dalam setiap tahunnya. Selebihnya mereka menjalani kehidupan seperti sedia kala."

Pengaruh dari perang ini, diadakannya Hilful-Fudhul pada bulan Dzul-Qa'dah pada bulan suci, yang melibatkan beberapa kabilah Quraisy, yaitu Bani Hasyim, Bani Al-Muththalib, Asad bin Abdul Uzza, Zuhrah bin Kilab dan Taimi bin Murrah.

Mereka berkumpul di rumah Abdullah bin Jud'an At-Taimi karena pertimbangan usia dan kedudukannya yang terhormat. Mereka mengukuhkan perjanjian dan kesepakatan, bahwa tak seorang pun dari penduduk Makkah dan juga yang lainnya dibiarkan teraniaya. Siapapun yang teraniaya, maka mereka sepakat untuk berdiri di pihaknya. Sedangkan terhadap siapa saja yang berbuat zhalim, maka kezalimannya harus dibalaskan. Perjanjian ini juga dihadiri Rasulullahﷺ.
Setelah Allah memuliakan dengan risalah, beliau bersabda,
"Aku pernah mengikuti perjanjian yang dikukuhkan di rumah Abdullah bin Jud'an, suatu perjanjian yang lebih disukai daripada keledai yang terbagus. Andaikata aku di undang untuk perjanjian itu semasa Islam, tentu aku akan memenuhinya."

Nabi Muhammadﷺ, Abu Thalib dan Bahira sang Rahib

Abu Thalib melaksanakan hak anak saudaranya dengan sepenuhnya dan menganggap seperti anaknya sendiri. Bahkan Abu Thalib lebih mendahulukan kepentingan Muhammadﷺ daripada anaknya sendiri, mengkhususkan perhatian dan penghormatan. 

Hingga Muhammadﷺ berumur lebih dari empat puluh tahun mendapatkan kehormatan di sisi Abu Thalib, hidup dibawah penjagaannya, rela menjalin persahabatan dan bermusuhan dengan orang lain demi membela diri Muhammadﷺ.

Saat usia Muhammadﷺ mencapai dua belas tahun, dan ada yang berpendapat lebih dua bulan sepuluh hari, Abu Thalib mengajak Muhammad pergi berdagang dengan tujuan Syam, hingga tiba di Busyra, suatu daerah yang sudah termasuk Syam dan merupakan ibukota Haruan. Yang juga merupakan ibukotanya orang-orang Arab, sekalipun dibawah kekuasaan bangsa Romawi.

Di negeri ini ada seorang rahib yang dikenal dengan sebutan Bahira yang mana aslinya
 adalah Jurjis. Tatkala rombongan singgah di daerah ini, maka sang rahib menghampiri mereka dan mempersilahkan mereka mampir ketempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelum itu rahib tersebut tidak pernah keluar, namun begitu dia bisa mengetahui Muhammadﷺ dari sifat-sifat beliau.

Sambil memegang tangan Muhammadﷺ, sang rahib berkata, 
"Orang ini adalah pemimpin semesta alam, anak ini akan diutus Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam". 
Abu Thalib bertanya, "Dari mana engkau tahu hal itu?".

Rahib Bahira menjawab, 
"Sebenarnya sejak kalian tiba di Aqabah, tak ada bebatuan dan pepohonan pun melainkan mereka tunduk bersujud. Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang Nabi. Aku bisa mengetahuinya dari tanda Nubuwah yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya, yang menyerupai buah apel. Kami juga bisa mendapatkan tanda itu di dalam kitab kami".
Kemudian rahib Bahira meminta agar Abu Thalib kembali lagi bersama Muhammadﷺ tanpa melanjutkan perjalanannya ke Syam, karena dia takut gangguan dari pihak orang-orang Yahudi. Maka Abu Thalib mengirim Muhammadﷺ bersama beberapa pemuda agar kembali lagi ke Makkah.
(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri)

Rasullullahﷺ bersama kakeknya (Abdul Muthalib)

Bersama Abdul Muthalib di Makkah
Setelah meninggalnya ibunda Rasulullahﷺ di Ab'wa yang terletak diantara Makkah dan Madinah, kemudian Rasulullahﷺ kembali ketempat kakeknya, Abdul Muthalib di Makkah. Perasaan kasih sayang yang di dalam sanubari terhadap cucunya yang kini yatim piatu semakin terpupuk. Cucunya yang harus menghadapi cobaan baru diatas lukanya yang lama. Hatinya bergetar oleh perasaan kasih sayang yang tidak pernah dirasakannya sekalipun terhadap anak-anaknya sendiri. Dia tidak ingin cucunya hidup sebatang kara. Bahkan dia lebih mengutamakan cucunya daripada anak-anaknya.




Ibnu Hasyim berkata, "Ada sebuah dipan yang diletakkan didekat Ka'bah untuk Abdul Muthalib".

Kerabat-kerabatnya biasa duduk di sekeliling dipan itu hingga Abdul Muthalib keluar kesana, dan tak seorang pun diantara mereka yang berani duduk di dipan itu, sebagai penghormatan terhadap dirinya.


Suatu kali di saat Rasulullah kecil yang montok duduk di atas dipan itu, paman-pamannya langsung memegangi dan menahan Rasulullahﷺ kecil agar tidak duduk di atas dipan itu. Tatkala Abdul Muthalib melihat kejadian Ini berkata, "Biarkanlah anak ku ini. Demi Allah, Sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung." Kemudian Abdul Muthalib duduk bersama Rasulullahﷺ kecil di atas dipannya, sambil mengelus punggung Rasulullahﷺ.


Muhammadﷺ di bawah asuhan sang paman
Pada saat Rasulullahﷺ berusia delapan tahun lebih dua bulan sepuluh hari, kakek beliau Abdul Muthalib meninggal dunia di Makkah, sebelum meninggal Abdul Muthalib sudah berpesan menitipkan pengasuhan sang cucu kepada pamannya Abu Thalib, saudara kandung ayah Rasulullahﷺ.

(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri).

Featured Post

Kisah Perjuangan Rasululahﷺ Dalam Berdakwah