2018-01-18

Gua Hira di Jabal Nur



Postingan saya pada kali ini adalah mengenai tempat dimana Rasulullahﷺ mengasingkan dirinya dari kehidupan masyarakat di Makkah, dan di tempat ini pula saat pertama kalinya pertemuan antara Rasulullahﷺ dan Malaikat Jibril yang diutus Allah untuk menyampaikan wahyu kepada Rasulullahﷺ

Rasulullahﷺ sebelum itu telah membentangkan jarak pemikiran antara diri beliau dan kaumnya. Pada saat usia Rasulullahﷺ hampir mencapai empat puluh tahun, sesuatu yang paling disukai oleh diri beliau adalah mengasingkan diri. Dengan membawa bekal roti dari gandum dan juga air secukupnya, beliau pun pergi ke gua Hira yang terletak di atas Jabal Nur, yang jarak tempuhnya kira-kira dua mil dari Makkah. 

Suatu gua yang tidak terlalu besar yang panjangnya 4 Hasta, dan lebarnya 3/4 hingga 1 Hasta, kadang-kadang keluarga beliau ada pula yang ikut menyertai beliau ke atas Jabal Nur, yaitu gua Hira. Selama bulan Ramadhan beliau berada di dalam gua Hira di Jabal Nur menghabiskan waktunya untuk beribadah, memikirkan keagungan alam di sekitarnya dan kekuatan tak terhingga di balik alam. Rasulullahﷺ tidak pernah merasa puas di saat melihat keyakinan kaumnya yang penuh dengan kemusyrikan dan juga segala bentuk persepsi mereka yang tidak pernah lepas dari tahayul.

Sementara Itu di hadapan beliau juga tidak ada jalan yang jelas dan mempunyai batasan-batasan tertentu, yang bisa menghantarkan kepada keridhaan dan kepuasan di dalam hati beliau.

Pilihan Rasulullahﷺ untuk mengasingkan diri ini adalah termasuk satu sisi dari ketentuan Allah atas diri beliau. Selagi langkah persiapan untuk menerima utusan besar sedang ditunggunya.

Ruh manusia maupun yang realitas kehidupannya disusupi suatu pengaruh dan dibawa ke arah lain, maka ruh itu harus dibuat kosong dan mengasingkan diri untuk beberapa saat, dipisahkan dari berbagai semua kesibukan duniawi dan juga gejolak kehidupan serta kebisingan manusia yang membuatnya sibuk pada urusan-urusan kehidupan.

Allah mengatur dan mempersiapkan kehidupan Rasulullahﷺ untuk mengemban amanat yang benar, mengubah wajah dunia serta meluruskan garis sejarah, dan mengatur pengasingan ini selama tiga tahun bagi Rasulullahﷺ sebelum membebani diri beliau dengan risalah.

Beliau pergi ke gua Hira di atas Jabal Nur untuk mengasingkan dirinya selama jangka waktu sebulan, dengan disertai ruh yang suci sambil mengamati kegaiban yang tersembunyi dibalik alam nyata, hingga tiba saatnya berhubungan dengan kegaiban itu, tatkala Allah memperkenalkannya.

(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri)

Jibril membawa wahyu kepada Muhammadﷺ

Usia Muhammadﷺ genap empat puluh tahun, suatu awal kematangan dan ada yang berpendapat bahwa pada usia inilah para Rasul diangkat menjadi Rasul. Mulai tampak tanda-tanda Nubuwah yang menyembul dari balik kehidupan pada diri Muhammadﷺ.

Di antara tanda-tanda itu adalah mimpi yang hakiki. Selama enam bulan mimpi yang beliau alami itu hanya menyerupai fajar subuh yang menyingsing. Mimpi ini termasuk salah satu bagian dari empat puluh enam bagian dari Nubuwah.

Akhirnya pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga dari masa pengasingan di gua Hira, Allah berkehendak untuk melimpahkan rahmat-Nya kepada penghuni bumi, memuliakan Muhammadﷺ dengan Nubuwah dan menurunkan Jibril kepada Muhammadﷺ sambil membawa ayat-ayat Al Qur'an.

Ibnu Hajar berkata,
"Al-Baihaqi mengisahkan bahwa jangka waktu datangnya mimpi itu selama enam bulan. Oleh karena itu permulaan Nubuwah yang ditandai dengan mimpi terjadi pada bulan kelahiran beliau yaitu Rabi'ul Awwal, setelah usia beliau genap empat puluh tahun, sedangkan permulaan wahyu untuk bangkit terjadi pada bulan Ramadhan".
 (lihat Fathul Bari 1/27).

Dari Abu Qutadah, bahwa Rasulullahﷺ pernah di tanya tentang puasa hari Senin, maka beliau menjawab, 
"Pada hari ini aku dilahirkan dan pada hari ini pula turun Wahyu (yang pertama) kepadaku". 

Dalam lafaz lain disebutkan, 

"Itu lah hari aku dilahirkan dan dihari itu pula aku diutus sebagai Rasul atau turun kepadaku wahyu".
(lihat sahih Muslim 1/368, Ahmad 5/299, Al-Baihaqi 4/286-300, Al-Hakim 2/602.)


Hari Senin dari bulan Ramadhan pada tahun itu jatuh pada tanggal tujuh, empat belas, dua puluh satu dan dua puluh delapan. 


Beberapa riwayat yang sahih telah menunjukkan bahwa Lailatul Qadr tidak jatuh kecuali malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan jadi jika kami membandingkan firman Allah, 

إِ نَّآ أَنْزَلْنَهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ

"Sesungguhnya Kami menurunkan (Al-Quran) pada kemuliaan/Lailatul Qadr." 
(QS. Al Qadr 97:1).


Dengan riwayat Abu Qutadah bahwa hari diutusnya beliau sebagai Rasul jatuh pada hari Senin, serta berdasarkan penelitian ilmiah tentang jatuhnya hari Senin di bulan Ramadhan pada tahun itu.
Maka jelaslah bagi kami bahwa diutusnya beliau pada tanggal dua puluh satu di bulan Ramadhan."


Aisyah meriwayatkan,
"Awal permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullahﷺ ialah berupa mimpi yang hakiki di dalam tidur beliau. Beliau tidak melihat sesuatu di dalam mimpinya melainkan ada sesuatu yang datang menyerupai fajar subuh. Kemudian beliau paling suka mengasingkan diri. Beliau menyendiri di gua Hira, dan beribadah di sana pada malam-malam hari sebelum pulang ke keluarga dan mengambil bekal. Beliau menemui Khadijah dan mengambil bekal seperti biasanya hingga datang kebenaran tatkala beliau sedang berada di gua Hira. Malaikat mendatangi beliau seraya berkata, "Bacalah!"
Berikut ini penuturan beliau, "Aku tidak bisa membaca".
Dia (Malaikat Jibril) memegangku dan memelukku hingga aku merasa sesak. Kemudian melepaskanku seraya berkata lagi, "Bacalah!"
Aku menjawab, "Aku tidak bisa membaca."
Dia memegangiku dan merangkulku hingga ketiga kalinya sampai aku merasa sesak, kemudian melepaskanku lalu berkata:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1 

Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan

2) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3

Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah

الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4

Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena)

عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (5

Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(Surah Al ‘Alaq: 1-5)

Rasulullahﷺ mengulang bacaan ini dengan hati yang bergetar, lalu pulang menemui Khadijah binti Khuwailid seraya bersabda,
"Selimutilah aku, Selimutilah aku..".
Maka beliau diselimuti hingga badan beliau tidak lagi menggigil layaknya terkena demam.
"Apalagi yang terjadi padaku?", Beliau bertanya kepada Khadijah.
Maka dia memberitahukan apa yang baru saja terjadi,
beliau bersabda, "Aku khawatir terhadap keadaan diriku sendiri."

Khadijah berkata, "Tidak, demi Allah, Allah sama sekali tidak akan menghinakanmu, karena engkau suka menyambung tali persaudaraan, ikut membawakan beban orang lain, memberi makan orang yang miskin, menjamu tamu dan menolong orang yang menegakkan kebenaran."

Selanjutnya Khadijah membawa beliau pergi menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, anak paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani semasa Jahiliyah. Dia menulis buku dalam bahasa Ibrani dan juga menulis Injil dalam bahasa Ibrani. Dia sudah tua dan buta. 

Khadijah berkata kepada Waraqah,
"Wahai sepupuku, dengarkanlah kisah dari saudaramu (Rasulullahﷺ)".

Waraqah bertanya kepada beliau, 
"Apa yang pernah engkau lihat wahai saudaraku?".

Rasulullahﷺ mengabarkan apa saja yang telah dilihatnya, akhirnya Waraqah berkata,
"Ini adalah Namus yang diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan saja aku masih muda pada masa itu. Andaikan saja aku masih hidup tatkala kaummu mengusirmu."

"Benarkah mereka akan mengusirku?", Tanya Rasulullahﷺ

"Benar, tak seorang pun pernah membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan dimusuhi. Andaikan aku masih hidup pada masa mu nanti, tentu aku akan membantumu secara sungguh-sungguh."

Waraqah meninggal dunia pada saat-saat turun wahyu.

Ath-Thabari dan Ibnu Hisyam meriwayatkan yang intinya menjelaskan bahwa Rasulullahﷺ pergi meninggalkan gua Hira setelah mendapatkan wahyu, lalu menemui istri beliau dan pulang ke Makkah. Adapun riwayat Ath-Thabari menyebutkan sekilas tentang sebab keluarnya beliau dari gua Hira'. Inilah riwayatnya,

Rasulullahﷺ bersabda,
"Tidak ada makhluk Allah yang paling ku benci selain dari penyair atau orang yang tidak waras. Aku tidak kuat untuk memandang keduanya."
Beliau juga bersabda,
"Yang paling ingin kujahui adalah penyair atau orang tidak waras, sebab orang-orang Quraisy senantiasa berbicara tentang diriku dengan syair itu. Rasanya ingin aku mendaki gunung yang tinggi, lalu menerjunkan diri dari sana agar aku mati saja, sehingga aku bisa istirahat dengan tenang."

Beliau bersabda lagi,
"Maka aku pun pergi dan hendak melakukan hal itu. Namun di tengah gunung, tiba-tiba ku dengar suara yang datangnya dari langit berkata, "Wahai Muhammad, engkau adalah Rasul Allah dan aku Jibril." 
Aku mengongakkan kepala keatas langit, yang ternyata disana ada Jibril dalam rupa seorang laki-laki dengan wajah yang berseri, kedua telapak kakinya menginjak ufuk langit, seraya berkata, "Wahai Muhammad, engkau adalah Rasul Allah dan aku Jibril." 
Aku berdiam diri sambil memandangnya, bingung apa yang hendak ku kerjakan, tidak berani melangkah maju ataupun mundur. Aku memalingkan wajah dari arah yang ditempati Jibril di ufuk langit. Tetapi setiap kali aku memandang arah langit yang lain, disana tetap ada Jibril seperti yang ku lihat. 
Hingga akhirnya Khadijah mengirim beberapa orang untuk mencariku. Bahkan mereka sampai ke Makkah dan kembali lagi menemui Khadijah tanpa hasil, padahal aku tetap berdiri seperti semula di tempatku berdiri. Kemudian Jibril pergi dariku dan aku pun pulang kembali menemui keluargaku. Sesampainya di rumah aku langsung duduk di atas paha Khadijah sambil bersandar kepadanya.
Kemudian aku memberitahukan apa yang telah kulihat. Dia berkata,"Bergembiralah wahai anak pamanku dan teguhkanlah hatimu. Demi diri Khadijah yang ada di Tangan-Nya, aku benar-benar sangat berharap engkau menjadi nabi umat ini."

Setelah itu Khadijah beranjak pergi untuk menemui Waraqah dan mengabarkan kepadanya. Waraqah berkata,

"Maha suci, Maha suci. Demi diri Waraqah yang ada di Tangan-Nya, 
Namus yang besar yang pernah datang kepada Musa kini telah datang kepadanya. Dia adalah benar-benar nabi umat ini. Katakanlah kepadanya, agar dia berteguh hati."


Khadijah pulang lalu mengabarkan apa yang di katakan Waraqah kepadanya. Tatkala Rasulullahﷺ meninggalkan istrinya dan pergi ke Makkah beliau bertemu Waraqah. Setelah mendengar penuturan langsung dari beliau, Waraqah berkata, 
"Demi diriku yang ada di Tangan-Nya, engkau adalah benar-benar nabi umat ini. Nama yang besar telah datang kepadamu, seperti yang pernah datang kepada Musa."

(Diringkas dari Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/238.)
(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, hal.62-66.)

Featured Post

Kisah Perjuangan Rasululahﷺ Dalam Berdakwah