2018-01-06

Nasab dan Keluarga Nabi Muhammadﷺ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم


Pada kesempatan ini saya ingin berbagi sedikit penjelasan tentang Nasab Nabi yang saya dapatkan dari "Sirah Nabawiyah" karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.

Didalam bukunya tersebut, beliau menjelaskan bagian-bagian tentang Nasab Nabi.


Ada tiga bagian tentang nasab Nabi Muhammadﷺ.


  1. Bagian yang disepakati kebenarannya oleh pakar biografi dan nasab yaitu sampai "Adnan".


  2. Bagian yang mereka perselisihkan, yaitu antara nasab yang tidak diketahui secara pasti dan nasab yang harus dibicarakan, tepatnya Adnan keatas hingga Ibrahim as.


  3. Bagian yang sama sekali tidak diragukan bahwa didalamnya ada hal-hal yang tidak benar, yaitu Ibrahim as, keatas hingga Adam as.



Bagian pertama :
Muhammadﷺ

bin Abdullah

bin Abdul Muthalib (yang namanya Syaibah),

bin Hasyim (yang namanya Amru),
bin Abdu Manaf (yang namanya Al-Mughirah),
bin Qushay (yang namanya Zaid),
bin Kilab,
bin Murrah,
bin Ka'b,
bin Lu'ay,
bin Ghalib,
bin Fihr (yang berjuluk Quraisy dan menjadi cikal bakal nama kabilah),
bin Malik,
bin An-Nadhr (yang namanya Qais),
bin Kinanah,
bin Khuzaimah,
bin Mudrikah (yang namanya Amir),
bin Ilyas,
bin Mudhar,
bin Nizar,
bin Ma'ad,
bin Adnan.
(Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/1-2; Rahmah Lil'-alamin, 2/11-14,52.)

Bagian kedua:




Adnan dan seterusnya, yaitu:
bin Udad,
bin Hamaisa',
bin Salaman,
bin Aush,
bin Bauz,
bin Qimwal,
bin Ubay,
bin Awwam,
bin Nasyid,
bin Haza,
bin Baldas,
bin Yadlaf,
bin Thabikh,
bin Jahim,
bin Nahisy,
bin Makhi,
bin Aidh,
bin Abqar,
bin Ubaid,
bin Ad-Da'a,
bin Hamdan,
bin Sinbar,
bin Yatsribi,
bin Yahzan,
bin Yalhan,
bin Ar'awy,
bin Aid,
bin Daisyan,
bin Aishar,
bin Afnad,
bin Aiham,
bin Muqshir,
bin Nahits,
bin Zarih,
bin Sumay,
bin Muzay,
bin Iwadhah,
bin Aram,
bin Qaidar,
bin Isma'il as,
bin Ibrahim as.
(Al-Allamah Muhammad Sulaiman Al-Manshurfuri telah menghimpun bagian dari nasab ini berdasarkan riwayat Al-Kalbi dan Ibnu Sa'd, setelah mengadakan penelitian yang mendetail. Lihat Rahmah Lil'-alamin,2/14-17. Ada perbedaan pendapat yang mencolok tentang masalah ini di berbagai sejarah.)

Bagian ketiga:




Ibrahim as dan seterusnya, yaitu:
bin Tarih (yang namanya Azar),
bin Nahur,
bin Saru' atau Sarugh,
bin Ra'u,
bin Falakh,
bin Aibar,
bin Syalakh,
bin Arfakhsyad,
bin Sam,
bin Nuh as,
bin Lamk,
bin Matausyalakh,
bin Akhnukh atau Idris as,
bin Yard,
bin Mahla'il,
bin Qainan,
bin Yanisya,
bin Syaits,
bin Adam as.




Demikian Nasab Nabi ini saya uraikan untuk anda, dan untuk lebih spesifik nya akan saya bahas mengenai keluarga Nabi Muhammadﷺ. Disini


(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri)

Sedikit Kisah Sejarah Al Quran sebagai Kitab Suci Agama Islam


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم


Al-Qur’ān (Arab: القرآن ) adalah kitab suci agama Islam.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam permulaan suratAl-'Alaq ayat 1-5.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

(Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang)


اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
Iqra' biismi rabbikal-ladzii khalaq(a)
"Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan,"(QS.96:1)

خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Khalaqa-insaana min 'alaq(in)
"Dia telah menciptakan manusia, dengan segumpal darah." – (QS.96:2) 

اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ
Iqra' warabbukal akram(u)
"Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah," – (QS.96:3) 



الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Al-ladzii 'allama bil qalam(i)
"Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (wahyu)." – (QS.96:4) 

عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
'Allama-insaana maa lam ya'lam
"Dia mengajarkan kepada manusia, apa yang tidak diketahui-nya." – (QS.96:5) 

Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.
Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada 
ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah :

إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُۥ وَقُرْءَانَهُۥ
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami.

فَإِذَا قَرَأْنَٰهُ فَٱتَّبِعْ قُرْءَانَهُۥ
(Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti (amalkan) bacaannya”

Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS.
Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri.
Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam.



Nama Nama Lain AlQuran :
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri.
Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:

  • Al-Kitab,
    (Surah Al-Baqarah:2)

    ذَلِكَ الْكِتَابُ لا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
    Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,

    (Surah Ad-Dukhan:2)

    وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ
    Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan,

  • Al-Furqan (pembeda benar salah)
    (Surah Al-Furqan:1)

    تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا
    Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,

  • Adz-Dzikr (pemberi peringatan)
    (Surah Al-Hijr:9)

    إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَٰفِظُونَ
    Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr (Al Qur’an), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

  • Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat)
    (Surah Yunus:57)

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
    Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang) di dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.


  • Al-Hikmah (kebijaksanaan)
    (Surah Al-Isra':39)

    ذَٰلِكَ مِمَّا أَوْحَىٰ إِلَيْكَ رَبُّكَ مِنَ الْحِكْمَةِ ۗ وَلَا تَجْعَلْ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتُلْقَىٰ فِي جَهَنَّمَ مَلُومًا مَدْحُورًا
    Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).


  • Asy-Syifa' (obat/penyembuh)
    (Surah Al-Isra':82)

    وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
    Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.


  • Al-Huda (petunjuk)
    (Surah Al-Jinn:13)

    وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَىٰ آمَنَّا بِهِ ۖ فَمَنْ يُؤْمِنْ بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَلَا رَهَقًا
    Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al Quran), kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahan.

    (Surah At-Taubah:33)

    هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
    Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.


  • At-Tanzil (yang diturunkan)
    (Surah Asy-Syu'ara':192)

    وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ
    Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,



  • Ar-Rahmat (karunia)
    (Surah An-Naml:77)

    وَإِنَّهُ لَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
    Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.



  • Ar-Ruh (ruh)
    (Surah Asy-Syura:52)

    وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا ۚ مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَٰكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
    Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.



  • Al-Bayan (penerang)
    (Surah Ali 'Imran:138)

    هَٰذَا بَيَانٌ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لِلْمُتَّقِينَ
    (Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.



  • Al-Kalam (ucapan/firman)
    (Surah At-Taubah:6)

    وَإِنْ أَحَدٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّىٰ يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْلَمُونَ
    Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.



  • Al-Busyra (kabar gembira)
    (Surah An-Nahl:102)

    قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
    Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".



  • An-Nur (cahaya)
    (Surah An-Nisa':174)

    يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمْ بُرْهَانٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ نُورًا مُبِينًا
    Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).



  • Al-Basha'ir (pedoman)
    (Surah Al-Jasiyah:20)

    هَٰذَا بَصَائِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ Al Quran ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.



  • Al-Balagh (penyampaian/kabar)
    (Surah Ibrahim:52)

    هَٰذَا بَلَاغٌ لِلنَّاسِ وَلِيُنْذَرُوا بِهِ وَلِيَعْلَمُوا أَنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ وَلِيَذَّكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
    (Al Quran) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengan-Nya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.



  • Al-Qaul (perkataan/ucapan)
    (Surah Al-Qasas:51)

    وَلَقَدْ وَصَّلْنَا لَهُمُ الْقَوْلَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
    Dan sesungguhnya telah Kami turunkan berturut-turut perkataan ini (Al Quran) kepada mereka agar mereka mendapat pelajaran.



Struktur dan Pembagian Al Quran 
Surat, ayat dan ruku'
Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat).
Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr.
Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah).
Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia.
Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari'ah).
Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.

Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz.
Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan).
Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu).
Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

Menurut ukuran surat
Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang).
Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya.

SEJARAH AL QURAN Hingga Berbentuk MUSHAF
Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak.
Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.
Al-Qur'an tidak turun sekaligus.
Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah.
Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah.
Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.
Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan.
Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.
Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah wahyu diturunkan.

Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam jumlah yang signifikan.
Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara para sahabat.
Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut.
Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar.
Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku.

Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini.
Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar).

Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman.
Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas persetujuan kami.

Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini?
Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at orang lain.
Ini hampir menjadi suatu kekufuran'.
Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?'
Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.'
Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat.
Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya.

Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam.
Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka.
Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).

Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa.
Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab.

Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.

Terjemahan
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh.
Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an.
Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi.

kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS

Terjemahan dalam bahasa Inggris
The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall

Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
Al-Amin (bahasa Sunda)

Tafsir
Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu.
Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur'an terus berlanjut.
Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat.
Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.

Adab Terhadap Al Quran


Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas.

Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.

Pendapat pertama
Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu.
Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.

Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78.
pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79.
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim.

Mereka mempercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci.
Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.

Pendapat kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah:
"Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah."

Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya.
Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi:
Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek).

Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).
“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”

Hubungan Dengan Kitab Kitab Lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut.
Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:

Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah.
Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut.
Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.

Diambil dari Wikipedia Indonesia
Via: http://asal-usul-motivasi.blogspot.co.id

Kisah nama Muhammad Pada Rasulullahﷺ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Nama merupakan sebuah doa yang disematkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Sebuah nama biasanya memiliki sejarah sebelumnya dan  arti yang mendalam. Seperti nama yang dimiliki oleh Nabi terakhir Umat Islam, Muhammadﷺ Ternyata nama Muhammad ini tidak serta merta diberikan oleh sang kakek, Abdul Muthalib kepada cucunya tersebut. Namun ada campur tangan Allah SWT yang membuat sang kakek menginginkan nama ini untuk cucunya yang baru lahir.

Berita tentang kedatangan Nabi Muhammadﷺ ini sudah dikabarkan Allah jauh sebelum kelahirannya. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sejak awal pertama penciptaan Nabi Adam as, Nama Nabi Muhammadﷺ sudah tertulis di pintu gerbang Arasy. Lantas bagaimana sejarah penamaan manusia termulian ini? Berikut ringkasanya.
Di dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Baihaqi, Rasulullahﷺ bersabda tentang Nabi Adam yang mengakui kesalahannya saat memakan Buah Khuldi. Ia memohon ampunan kepada Allah dengan membawa nama Nabi Muhammadﷺ.

“Ya Tuhanku hamba memohon kepada-Mu dengan kebenaran Muhammad ampunilah hamba “. Lalu Allah berfirman kepada Adam: ” Hai Adam bagimana kamu tahu tentang Muhammad padahal Aku belum lagi ciptakannya?”
Adam menjawab: “Ya Tuhanku sesungguhnya ketika Engkau ciptakan hamba, hamba mengangkat kepala, kemudian terlihat olehku tulisan dipintu gerbang Arasy berbunyi Lailahaillallah Muhammadarasulullah, maka ketika itu mengertilah hamba, tidak mungkin ada satu nama yang bersanding dengan namaMu kecuali mahkluk yang sangat Kau sayangi.
Maka Allah berfirman:
“Benar Engkau hai Adam sesungguhnya Muhammad itu adalah makhlukKu yang paling kusayangi, bila engkau memohon kepadaKu dengan kebenarannya sungguh Aku ampuni engkau”

(HR Baihaqi).

Nama "Muhammad" yang memiliki makna orang yang terpuji ini diberikan oleh Allah SWT melalui perantara sang kakek. Nama ini diilhami atas  harapan Abdul Muthalib agar kelak cucunya ini dipuji oleh makhluk seluruh dunia karena sifatnya yang terpuji tersebut.
Hal ini seolah menghijabah doa sang kakek. Padahal Allah SWT yang telah menggiriing Abdul Muthalib untuk memberikan nama tersebut karena sang Nabi memang ditakdirkan menjadi terhormat.

Ibnu Katsir rahimahullah mengomentari perkataan Abdulmutholib ini. Beliau mengatakan, 
“Allah ‘azzawajalla telah mengilhamkan kepada mereka untuk menamai Nabi dengan nama Muhammad (orang yang terpuji). Hal ini karena dalam diri beliau telah tertanam sifat-sifat yang luhur, agar menjadi sepadan antara nama dan tindakan, dan agar sinkron antara nama dan yang diberi nama, baik dalam hal nama maupun tindak-tanduknya”
(Bidayah wan Nihayah 1: 669).

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا 
”Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” 
QSS. Al-Ahzab :56).

Benar saja, semua makhlun memujinya dari sebelum kelahirannya, pada masa hidupnya, bahkan hingga saat ini. Setiap orang yang beriman (Islam) secara khusus diperintahkan Allah SWT untuk bershalawat kepada beliau Nabiﷺ. Keterkaitan harapan Abdul Muthalib dengan firman Allah di atas tidak dapat disalahkan atau dipungkiri, alasannya adalah : karena Antara harapan Abdul Muthalib dengan ayat al-Quran diatas itu lebih dulu “harapan”.

Pada masa itu, suku Quraisy bingung dengan nama tersebut. Pasalnya nama ini belum populer, karena biasanya mereka akan memberi nama anak dengan namaleluhur mereka. Beberapa diantara mereka bahkan memberi masukan siapa nama yang cocok untuk cucunya.

Ada pula riwayat lain yang menjelaskan sejarah penamaan Nabi shallallahu’alaihiwasallam. Dalam Raudhatul Unuf, Imam As-Suhaili menukilkan riwayat tersebut. Kisahnya berawal dari perjalanan kakek beliau; Abdulmutholib menuju negeri Syam bersama tiga orang rekannya untuk suatu keperluan bisnis. Di perjalanan, mereka bertemu dengan seorang rahib (pendeta). Sang rahib menanyakan, “Dari mana kalian?”
“Kami berasal dari Makkah.” Jawab mereka.
Sang Rahib pun kemudian mengabarkan kepada saudagar mekah ini tentang berita yang di dalam kitab suci agamanya, “Sesungguhnya dari negeri kalian itu akan muncul seorang Nabi.” tegas sang rahib. Dengan penuh keheranan, Abdul Muthalib dan tiga orang kawannya menanyakan perihal nama Nabi tersebut. Rahib itu menjawab, “Namanya adalah Muhammad.”
Jawaban ini sontak saja membuat Abdul Muthalib dan tiga rekannya ingin menamai bayi laki-laki mereka atau kerabat mereka dengan nama Muhammad. Ternyata bayi laki-laki yang pertama kali lahir sepulangnya mereka dari Syam adalah dari menantu Abdul Muthalib, yaitu Aminah binti Wahb; Ibunda Rasulillahshallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abdulmutholib pun lantas menyematkan nama Muhammad untuk cucu tercintanya yang baru lahir. Adapun rekannya yang lain juga memberikan nama yang serupa pada saat anak-anak mereka lahir.
(Raudhotul Unuf 1: 820).

Nama ‘Muhammad’ itu memang sudah di beritahukan pada Nabi-nabi sebelumnya, dan memang sudah tercatat dalam kitab-kitab sebelum Al-Qur’an, dan tercatat pula disisih Arsy-nya. Wallahu a’lam bis showab.

Via: infoyunik

Featured Post

Kisah Perjuangan Rasululahﷺ Dalam Berdakwah