2018-01-13

Peristiwa Penyerangan Pasukan Gajah Abrahah Ash-Sabbah Al-Habsi

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Abrahah Ash-Sabbah Al-Habsi, gubernur yang berkuasa di Yaman dari Najasy, membangun sebuah gereja yang sangat besar di Shan'a, karena dia melihat bangsa Arab yang melaksanakan Haji di Ka'bah. 

Dia menginginkan untuk mengalihkan pusat kegiatan haji disana. Seseorang dari Bani Kinanah mendengar niat dari Abrahah ini. Maka selagi tengah malam dan dengan cara mengendap-endap, dia masuk kedalam gereja dan melumurkan kotoran ke pusat kiblatnya. 

Tentu saja Abrahah sangat murka setelah mengetahuinya, lalu dengan membawa segenap pasukan yang jumlahnya mencapai enam puluh ribu prajurit, dia menuju Ka'bah untuk menghancurkannya. 

Untuk kendaraannya dia memilih seekor gajah yang paling besar, disamping sembilan atau tiga belas ekor gajah yang lain ditengah pasukannya siap untuk menginvasi Makkah. Setibanya di Wadi Muhasshir, yaitu antara Muzdalifah dan Mina, tiba-tiba gajahnya menderum dan tak mau bangkit lagi mendekati Ka'bah kecuali hendak lari menjauhinya. 

Tatkala keadaan mereka seperti itulah Allah mengirimkan burung-burung Ababil diatas mereka, lalu menjatuhkan batu-batu dari tanah yang panas, hingga mereka tak ubahnya daun-daun yang dimakan ulat. 

Burung-burung itu menyerupai Khathathif dan Balsan. Setiap burung membawa lima batu sebesar kacang,  tiga di paruhnya dan dua di kakinya. Batu-batu itu tidak menimpa salah seorang diantara mereka, melainkan sendi-sendi tulangnya. Hingga terlepas dan diapun mati. Maka merekapun berlarian tak tentu arah menyelamatkan diri masingmasing, sebagian bertabrakan dengan sebagian yang lainnya, ada pula yang jatuh terinjak-injak hingga akhirnya mereka semua mati. 

Begitu pula Abrahah yang sendi-sendi tulangnya terlepas satu persatu dan tewas saat tiba di Shan'a dengan dadanya yang terbelah hingga terlihat jantungnya. Akhirnya orang-orang Quraisy yang takut dengan pasukan Abrahah  dan melarikan diri keatas gunung dapat kembali kerumahnya dengan aman.

Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram, 50 atau 55 tahun sebelum kelahiran nabi Muhammad saw, atau tepatnya akhir bulan Februari atau awal bulan Maret 571 M. 

Dan peristiwa ini merupakan prolog yang dibukakan Allah SWT untuk Nabi dan Bait-Nya, seperti peristiwa "Bukhtanashar" tahun 587 SM dan "orang-orang Romawi" tahun 70 M. Namun Ka'bah tidak pernah dapat dikuasai Nasrani (yang pada saat itu mereka disebut orang-orang Muslim), sekalipun penduduknya orang-orang musyrik.

(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri).

Nazar Abdul Muthalib


Abdullah adalah ayahnda nabi Muhammadﷺ, dan ibunya Fatimah binti Amr bin A'idz bin Imran bin Makhzum bin yaqzhab bin Murrah. Abdullah adalah anak yang paling gagah dan paling dicintainya. Abdullah inilah yang mendapat undian untuk disembelih dan dikorbankan sesuai dengan nazar Abdul Muthalib. Tatkala anak-anaknya sudah berjumlah sepuluh orang dan tahu bahwa dia tidak lagi mempunyai anak maka dia memberitahukan nazarnya kepada anak-anaknya, kemudian Abdul Muthalib menulis nama mereka dianak panah untuk diundi lalu diserahkan ke patung Hubal.

Setelah anak panah itu diundi, keluarlah nama Abdullah, maka Abdul Muthalib menuntun Abdullah untuk dikorbankan kepada patung Habal di Ka'bah. Namun orang-orang Quraisy mencegahnya, terutama paman-pamannya dari pihak ibu dari Bani Makhzum dan saudaranya, Abu Thalib.

"Kalau begitu apa yang harus dilakukan sehubungan dengan Nazarku ini?" Tanya Abdul Muthalib kebingungan.
Mereka mengusulkan untuk menemui dukun perempuan, dan sesampainya disana dia diminta untuk mengundi Abdullah dengan 10 ekor unta, jika nama Abdullah yang keluar dia harus menambahkan sepuluh ekor unta lagi. Sampai Allah ridha/nama unta yang keluar. Dan akhirnya Abdul Muthalib mulai mengundi, namun selalu nama Abdullah yang keluar hingga jumlah unta mencapai seratus ekor barulah nama unta yang keluar, maka unta-unta itulah yang disembelih untuk menggantikan Abdullah, dan daging-daging unta itu dibiarkan begitu saja, tidak boleh disentuh manusia maupun binatang.

Tebusan pembunuhan yang memang berlaku di kalangan Quraisy dan bangsa Arab adalah sepuluh unta. Namun setelah kejadian ini,  jumlahnya menjadi seratus ekor unta, yang juga diakui Islam.

"Aku adalah anak dua orang yang disembelih"
Maksudnya Isma'il As dan Abdullah.

Abdul Muthalib menikahkan anaknya, Abdullah dengan Aminah binti Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab, yang pada saat itu Aminah dianggap wanita paling terpandang dikalangan Quraisy dari segi keturunan maupun kedudukannya, karena bapaknya pemuka Bani Zuhrah.

Abdullah hidup bersamanya di Makkah. Tak lama kemudian Abdul Muthalib mengutusnya pergi ke Madinah untuk mengurus korma. Namun akhirnya Abdullah meninggal disana. Ada yang berpendapat, Abdullah pergi ke Syam untuk berdagang, lalu bergabung dengan kafilah Quraisy. Lalu Abdullah singgah di Madinah dalam keadaan sakit dan meninggal disana, lalu dimakamkan di Darun-Nabighah Al-ja'di. Saat itu usianya dua puluh lima tahun.

Abdullah meninggal sebelum Rasullullahﷺ dilahirkan. Ada pula yang berpendapat Abdullah meninggal dua bulan setelah Rasulullahﷺ lahir.
Setelah kabar kematiannya sampai di Makkah, Aminah memakai pakaian-pakaian yang serba usang dan berkata dalam sebuah syair..


"Seorang anak Hasyim telah mati di sisi bathha'
menyisihkan liang lahat di tempat yang jauh disana
banyak ajakan cita-cita yang hendak dipenuhi
tidak banyak yang ditinggalkan seperti anak Hasyim ini
mereka membawa tempat tidurnya di senja hari
rekan-rekannya menampakkannya beramai-ramai
cita-cita dan keraguannya kian melambung
dia telah banyak memberikan kasih sayang."


Warisan yang ditinggalkan Abdullah berupa:
lima ekor unta,
sekumpulan domba dan
pembantu wanita Habsy, yang namanya Barakah dan bejuluk, Ummu Aiman. 
Dan dialah yang mengasuh Rasullullahﷺ.

(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri)

Hasyim bin abdi Manaf

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم


Pada kesempatan ini saya akan berbagai tentang keluarga Nabi Muhammadﷺ dari mulai Hasyim bin Abdu Manaf dan seterusnya berdasarkan buku "Sirah Nabawiyah" karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri. Keluarga Nabi Muhammadﷺ dikenal dengan sebutan keluarga Hasyimiayah, yang dinisbatkan kepada kakeknya, Hasyim bin Abdi Manaf. Oleh karena itu ada baiknya jika menyebutkan sekilas tentang keadaan Hasyim dan keturunan sesudahnya.


Hasyim
Hasyim adalah salah satu dari kempat anak Abdi Manaf. Beliau adalah keluarga yang dipilih Allah SWT bagi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim.

Beliau jugalah orang yang memegang urusan air minum dan makanan dari Bani Abdu Manaf, tepatnya tatkala Bani Abdi Manaf mengikat perjanjian dengan Bani Abdi-Dar dalam masalah pembagian kedudukan diantara keduanya. Hasyim sendiri adalah orang kaya raya yang terhormat.

Dialah orang pertama yang membagikan remukan roti bercampur kuah kepada orang-orang yang menunaikan haji di Makkah. Nama aslinya adalah "Amru", dan dia dipanggil Hasyim karena suka meremukkan roti.

Dia juga orang pertama yang membuka jalur perjalanan dagang dua kali dalam setahun bagi orang-orang Quraisy, yaitu sekali pada musim dingin dan sekali pada musim kemarau. Seorang penyair berkata tentang hal ini.
"Amru yang meremukkan roti bagi kaumnya Kaum Makkah yang tertimpa musim kering kerontang dia ditempatkan dua kali perjalanan untuk niaga sekali perjalanan musim kemarau dan penghujan."

Lahirnya Abdul Muthalib
Diantara momen kehidupannya, dia pernah pergi ke Syam untuk berdagang. Setibanya di Madinah, dia menikahi Salma binti Amru, dari Bani Adi bin An-Najjar dan menetap bersama istrinya disana. Kemudian lahirlah Abdul Muthalib.

Kekuasaan para Imarah di Hijaz dari jaman Nabi Isma'ilعليهه السلام

ﺑِﺴْــﻢِ ﺍﻟﻠــﻪِ ﺍﻟـﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟـﺮَّﺣِﻴْـِـﻢ


Isma'ilعليه السلام memimpin Makkah dan menangani Ka'bah selama hidupnya, diperkirakan pada dua puluh abad sebelum Masehi. Dan beliau meninggal dunia pada usia 137 tahun.
Jaman kekuasaan Isma'ilعليه السلام diperkirakan pada dua puluh abad sebelum Masehi.
Kemudian kedudukannya digantikan oleh kedua putra beliau, yaitu Nabat, yang disusul Qaidar. Ada juga yang berpendapat sebaliknya.

Setelah itu Mudhadh bin Al-Jurhumi dari Bani Jurhum, dan terus berada ditangan mereka selama dua puluh satu abad. Setelah itu keadaan Bani Jurhum mulai suram di Makkah dan posisi mereka semakin terjepit. Sering kali mereka berbuat semena-mena terhadap para utusan yang datang ke sana dan menghalalkan harta Ka'bah. Hal ini membuat murka orang-orang Bani Adnan. Tatkala Bani Khuza'ah tiba di Marr Dzahran dan bertemu dengan orang-orang dari Bani Adnan dari Jurhum hingga dapat diusir dari Makkah.

Tiga bidang penanganan

Tiga bidang yang ditangani oleh kabilah-kabilah Mudhar yaitu:

  1. Menjaga keamanan manusia dari Arafah hingga Muzdalifah, dan memberi perkenan kepada mereka saat meninggalkan Mina, yang boleh dilakukan setelah Bani Ghauts bin Murrah dari suku Ilyas bin Mudhar, yang disebut Shaufah. Dengan kata lain, manusia tidak boleh melempar jumroh kecuali setelah ada seseorang dari Shaufah yang melakukannya.

    Jika semua orang sudah selesai melempar jumroh dan hendak meninggalkan Mina, maka orang-orang Shaufah berada di antara dua sisi Aqabah, dan tak seorang pun boleh lewat kecuali setelah mereka lewat. Setelah itu orang-orang diperbolehkan lewat. Setelah orang-orang Shaufah musnah, tradisi ini dilanjutkan Bani Sa'd bin Zaid dari Tamim.


  2. Pelaksanaan ifadhah (betolak) dari juma' ke Mina, yang menjadi wewenang Bani Udwan.


  3. Penanganan air minum selama bulan-bulan suci, yang menjadi wewenang Bani Tamim bin Adi dari Bani Kinanah.
    Maka Bani Khuza'ah yang melanjutkan penanganan urusan Makkah bersama-sama Bani Bakr. Hanya saja kabilah-kabilah Mudhar juga mempunyai tiga bidang penanganan.
    Kekuasaan Bani Khuza'ah di Makkah berlangsung selama tiga ratus tahun.

Qushay bin Kilab
Bani Kinanah tidak mempunyai wewenang sedikit pun untuk menangani Makkah dan Baitul-Haram, hingga munculnya Qushay bin Kilab. (Ibid, 1/35, dan Ibnu Hisyam, 1/117).

Qushay berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka'bah pada pertengahan abad kelima Masehi, tepatnya pada tahun 440 M. Dengan adanya kekuasaan ditangan Qushay ini, maka Quraisy memiliki kepemimpinan yang utuh dan sebagai pelaksana kekuasaan di Makkah. Di samping itu, dia juga menjadi pemimpin agama di Baitul-Haram, yang menjadi tujuan kedatangan semua bangsa Arab dari segala penjuru.

Setelah Qushay meninggal dunia, kewenangan ini terus dijalankan anak-anaknya, Abdu Manaf dan Abdud-Dar. Tapi setelah Abdu Manaf meninggal dunia, Quraisy terbagi menjadi dua kelompok,

1. Abdu Manaf, berwenang mengurus air minum dan makanan.
2. Abdud-Dar, berwenang mengurus Darun Nadwah, Panji dan Hijabah.

Keturunan Abdu Manaf menetapkan untuk membuat undian, siapakah yang berhak mendapatkan kedudukan ini. Dan akhirnya jatuh kepada Hasyim bin Abdi Manaf.

Setelah Hasyim bin Abdi Manaf meninggal dunia,. dilanjutkan saudaranya Al-Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf, Kakek Rasulullahﷺ. Setelah itu dilanjutkan anak-anaknya hingga datangnya Islam. Dan kewenangan ini ada ditangan Al-Abbas bin Abdul Muthalib.
(Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/129-132, 137, 178-179).

(Sirah Nabawiyah, karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri)

Isma'il عليه السلام dan para pemimpin Ka'bah

ﺑِﺴْــﻢِ ﺍﻟﻠــﻪِ ﺍﻟـﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟـﺮَّﺣِﻴْـِـﻢ


Isma'ilعليه السلام, menjadi pemimpin Makkah dan menangani Ka'bah selama hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137 tahun. Dua putra beliau mengganti kedudukannya, yaitu Nabat, yang disusul Qaidar. Ada yang berpendapat sebaliknya. Setelah itu Mudhadh bin Amr Al-Jurhumi.

Maka, kepemimpinan Makkah beralih ke tangan orang-orang Jurhum dan terus berada ditangan mereka. Anak-anak Isma'ilعليه السلام merupakan titik pusat kemuliaan. Sebab ayahnyalah yang telah membangun Ka'bah dan mereka tidak mempunyai kewenangan hukum sama sekali.

Seiring dengan perjalanan waktu, lama-kelamaan anak keturunan Isma'ilعليه السلام semakin tenggelam, hingga keberadaan Jurhum semakin bertambah lemah dengan kemunculan Bukhtanashar (penguasa Kekaisaran Babilonia Baru dalam Dinasti Kasdim yang berkuasa ~605 SM-562 SM). Bintang Bani Adnan dalam bidang politik makin redup di langit Makkah sejak masa itu. Buktinya, saat Bukhtanashar berperang melawan bangsa Arab di Dzatu Irq, pasukan bangsa Arab saat itu tidak berasal dari Bani Jarhum.

Bani Adnan berpencar ke Yaman pada saat Perang Bukhtanashar II(tahun 587 SM). Setelah itu keadaan Bani Jurhum mulai suram di Makkah dan posisi mereka semakin terjepit. Sering kali mereka berbuat semena-mena terhadap para utusan yang datang ke sana dan menghalalkan harta di Ka'bah. Hal ini membuat murka orang-orang Bani Adnan. Tatkala Bani Khuza'ah tiba di Marr Dzahran dan bertemu dengan orang-orang Bani Adnan dari Jurhum hingga dapat diusir dari Makkah. Maka Bani Khuza'ah berkuasa di sana pada pertengahan abad kedua Masehi.

Tatkala Bani Jurhum berkuasa, mereka menggali sumur Zamzam untuk mencari tempatnya secara persis, lalu mengubur berbagai macam benda di sana. Ibnu Ishaq berkata, "Amr bin Al-Harits bin Mudhadh Al-Jurhumi keluar sambil membawa tabir Ka'bah dan Hajar Aswad, lalu menguburnya di sumur Zamzam. Kemudian bersama orang-orang Jurhum dia pindah ke Yaman. Tentu saja mereka sangat sedih karena harus meninggalkan kekuasaan atas Makkah.
Tentang hal ini Amr berkata dalam syairnya, :
"Seakan tiada teman bagi si pemalas saat ke Shafa tiada juga orang yang diajak mengobrol di Makkah kitalah penduduknya dan senantiasa berada di sana menyertai taburan debu dan malam-malam yang berubah".
Khuza'ah menangani urusan kota Makkah bersama-sama Bani Bakr. Pada masa kekuasaan mereka, orang-orang Bani Adnan berpencar di Najd, di pinggiran negeri Irak dan Bahrain. Sedangkan di pinggiran Makkah ada suku-suku dari Quraisy, yaitu Hulul dan Hurum serta suku-suku lain dari Bani Kinanah. Bani Kinanah ini tidak mempunyai wewenang sedikit pun untuk menangani Makkah dan Baitul-Haram, hingga muncul Qushay bin Kilab.

Qushay bin Kilab
Qushay berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka'bah.

Sebenarnya Abdu Manaf (anaknya yang kedua) lebih terpandang dan dihormati hidupnya, berbeda dengan kakaknya Abdud-Dar yang kurang disukai. Namun akhirnya Qushay menyerahkan kekuasaannya kepada Abdud-Dar demi kemaslahatan Quraisy. Kewenangan yang berjalan semasa hidup Qushay dan sepeninggalan ini dianggap layaknya agama yang harus diikuti.

Setelah Qushay meninggal dunia, kewenangan ini terus dijalankan anak-anaknya dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Tetapi setelah Abdu Manaf meninggal dunia, kerabatnya dari keturunan pamannya mulai mengusik kedudukan-kedudukan itu. Karena masalah ini, Quraisy terbagi menjadi dua kelompok, dan hampir saja mereka saling berperang. Tetapi mereka segera berdamai dan sepakat untuk membagi kedudukan-kedudukan tersebut.

Akhirnya ditetapkan, kewenangan mengurus akr minum dan makanan diserahkan kepada keturunan Abdu Manaf, sedangkan urusan Darun Nadwah, Panji dan Hijabah diserahkan kepada keturunan Abdud-Dar.

Keturunan Abdu Manaf menetapkan untuk membuat undian, siapakah yang berhak mendapatkan kedudukan ini. Dan akhirnya undian Itu jatuh kepada Hasyim bin Abdi Manaf.
Dialah yang berwenang menangani penyediaan air minum dan makanan sepanjang hidupnya.
Setelah Hasyim bin Abdi Manaf meninggal dunia, kedudukan ini dilanjutkan saudaranya, Al-Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf, kakek Rasulullahﷺ . Setelah itu dilanjutkan anak-anaknya hingga datangnya Islam, dan kewenangan ini ada ditangan Al-Abbas bin Abdul Muthalib.
(Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/129-132,137,178-179).


Kabilah Quraisy dan keturunannya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم



Quraisy 
adalah anak keturunan Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah. Sedang Quraisy terbagi menjadi beberapa bagian kabilah, yang terkenal adalah kabilah:
  • Jumuh,
  • Sahm,
  • Adi,
  • Makhzum,
  • Taim,
  • Zuhrah


dan suku-suku Quraisy bin Kilab, yaitu;

  • Abdud-Dar bin Qushay,
  • Asad bin Abdul Uzza bin Qushay dan
  • Abdi Manaf bin Qushay


Abdi Manaf mempunyai empat anak: Abdi Syam, Naufal, Al-Muththalib dan Hasyim. Hasyim adalah keluarga yang di pilih Allah bagi Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim.
Rasulullahﷺ pernah bersabda:

ان الله اصطفى من ولد ابراهيم اسماعيل . واصطفى من ولد اسماعيل بنى كنانة . واصطفى من بنى كنانة قريشا . واصطفى من قريش بنى هاشم . واصطفانى من بنى هاشم
"Sesungguhnya Allah telah memilih Isma'il dari anak Ibrahim, memilih Kinanah dari anak Isma'il, memilih Quraisy dari Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim".
(HR. Muslim dan At-Tirmidzi).

Bani Sulaim menetap di dekat Madinah, dari lembah-lembah di pinggiran Madinah hingga ke Khaibar, dibagian timur Madinah dan penghujung Hurrah. Tsaqif menetap di Tha'if, Hawazin di timur Makkah, antara Makkah dan Bashrah. Bani Asad menetap di timur Taima' dan berat Kufah. Di antara mereka dan Taima' ada perkampungan Buhtur dari Thayyi'. Sedangkan jarak dari tempat mereka ke Kufah bisa ditempuh selama lima hari perjalanan.

Dzubyan menetap di dekat Taima' hingga Hawazin. Di Tihamah ada beberapa suku Kinanah, sedangkan di Makkah ada suku-suku Quraisy. Mereka berpencar-pencar dan tidak ada sesuatu yang bisa menghimpun mereka, hingga munculnya Qushay bin Kilab.
Dialah yang telah menyatukan mereka dan membentuk satu kesatuan yang bisa mengangkat kedudukan mereka.


Qushay bin Kilab


Didalam kutipan buku "Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri". Dikisahkan bahwa bapaknya meninggal dunia saat Qushay kecil masih dalam asuhan ibunya. Lalu ibunya menikah lagi dengan seorang laki-laki dari Bani Udzrah, yaitu Rabi'ah bin Haram yang kemudian membawanya ke perbatasan Syam. Setelah Qushay menginjak remaja, dia kembali ke Makkah yang saat itu dipimpin oleh Hulail bin Hubsyah sebagai gubernur Makkah dari Bani Khuza'ah.

Qushay melamar Hubba(Putri Hulail) dan ternyata lamaran itu disambut baik olehnya,.dan mereka pun di nikahkan.

Setelah Hulail meninggal dunia, terjadi peperangan antara Khuza'ah dan Quraisy, yang akhirnya Quraisy menjadi pemimpin Makkah dan menangani urusan Baitul-Haram.

Ada tiga riwayat yang menjelaskan sebab meletusnya peperangan ini, yaitu :
  1. Setelah Qushay mempunyai banyak anak dan hartanya pun melimpah ruah, bersama dengan itu Hulail pun meninggal dunia, maka dia merasa bahwa dialah yang lebih berhak berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka'bah dari pada Bani Khuza'ah dan Bani Bakr. Sementara itu Quraisy adalah pelopor keturunan Ismail as. Maka dia melobi beberapa pemuka Quraisy dan Bani Kinanah agar mengusir orang-orang dari Bani Khuza'ah dan Bani Bakr dari Makkah. Usul ini disambut baik dan mereka pun melakukannya.

  2. Menurut pengakuan Bani Khuza'ah, Hulail telah berwasiat kepada Qushay agar menangani urusan Ka'bah dan Makkah. (Ibid, 1/117-118)

  3. Sebenarnya Hulail telah menunjuk putrinya Hubba sebagai orang yang berwenang atas penanganan Ka'bah. Lalu Abu Ghibsyan Al-Khuza'i tampil sebagai orang yang mewakili Hubba. Maka diapun menjaga Ka'bah. Setelah Hulail meninggal dunia, Qushay membeli kewenangan mengurusi dan menjaga Ka'bah dari Abu Ghibsyan, yang ia tukar dengan satu geriba arak. Tentu saja orang-orang dari Bani Khuza'ah tidak menerima jual-beli itu. Maka mereka berusaha menghalangi Qushay agar tidak bisa tampil sebagai pengawas Ka'bah. Sementara Qushay menghimpun beberapa pemuka Quraisy dan Bani Kinanah untuk mengusir Bani Khuza'ah dari Makkah, dan ternyata mereka menyambut ajakan Qushay itu.
(Rahman Lil'-alamin, 2/55. Abu Ghibsyan adalah seorang pemabuk dan benar-benar sudah ketagihan arak, sehingga dia rela menjual hak pengawasan terhadap Ka'bah dengan arak).



Berdasarkan dari Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Qushay berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka'bah pada pertengahan abad kelima Masehi.

Dan diantara tindakan yang dilakukan Qushay, dia mengumpulkan kaumnya untuk membangun rumah-rumah di Makkah dan membuat batas-batas menjadi empat bagian diantara kaumnya.

Setiap kaum dari Quraisy harus menempati tempat yang telah ditetapkan bagi masing-masing. Dia menetapkan tempat bagi Nas'ah, keturunan Shafwan, Adwan dan Murrah bin Auf. Dia melihat hal ini sebagai tuntutan agama yang tidak bisa diubah lagi.

Diantara peninggalan Qushay, dia membangun Darun Nadwah disebelah utara masjid atau Ka'bah. Pintunya langsung berhubungan dengan masjid. Darun Nadwah adalah tempat pertemuan orang-orang Quraisy, untuk membicarakan masalah-masalah penting.

Bangunan ini merupakan kelebihan tersendiri bagi Quraisy, karena tempat itu bisa mempersatukan orang-orang Quraisy dan sebagai tempat untuk memecahkan berbagai masalah dengan cara yang baik.
(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri hal.8)

Anak keturunan Nabi Isma'ilعليه السلام

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم



Nabat bin Isma'ilعليه السلام

Peradaban anak keturunan Nabat bin Isma'ilعليه السلام bersinar di Hijaz Utara.
Mereka mampu mendirikan pemerintahan yang kuat dan menguasai daerah-daerah di sekitarnya, dan menjadikan Al-Bathra' sebagai ibukotanya.

Tak seorang pun berani memusuhi mereka hingga saat datangnya pasukan Romawi yang menindas mereka.

Setelah melakukan penyelidikan yang mendalam dan penelitian yang akurat, As-Sayyid Sulaiman An-Nadwi menegaskan bahwa raja-raja keturunan Ghassan, termasuk Aus dan Khazraj, bukanlah berasal dari keturunan Qahthan, tetapi dari keturunan Nabat, anak Isma'ilعليه السلام.

Qaidar bin Isma'ilعليه السلام
Peradaban anak keturunan Qaidar bin Isma'ilعليه السلام tetap menetap di Makkah, beranak pinak di sana hingga menurunkan Adnan dan anaknya Ma'ad. Dari dialah keturunan Arab Adnaniyah masih bisa di pertahankan keberadaannya. Adnan adalah kakek kedua puluh dua dalam silsilah keturunan Nabi Muhammadﷺ.
Diriwayatkan bahwa jika beliau menyebutkan nasabnya dan sampai kepada Adnan, maka beliau berhenti dan bersabda, "Para ahli silsilah nasab banyak yang berdusta". Lalu beliau tidak melanjutkannya.

Keturunan Ma'ad dari anak-anaknya Nizar, telah berpencar kemana-mana. Menurut suatu pendapat, Nizar adalah satu-satunya anak Ma'ad. Sedangkan Nizar sendiri mempunyai empat anak, yang kemudian berkembang menjadi empat kabilah yang besar, yaitu: Iyad, Anmar, Rabi'ah dan Mudhar. Dua kabilah terakhir inilah yang paling banyak marga dan sukunya.

Dari Rabi'ah ada Asad bin Rabi'ah, Anzah, Abdul Qais, dua anak Wa'il, Bakr dan Taghlib, Hanifah dan lainnya.

Abdul Qais dan anak-anak Bakr bin Wa'il, serta anak-anak Tamim pindah ke Bahrain dan menetap disana. Bani Tamim menetap di Basrah

Taghlib menetap di Jazirah Eufrat dan sebagian anak keturunannya bergabung dengan Bakr.

Sedangkan Bani Hanifah bin Sha'b bin Ali bin Bakr pindah ke Yamamah. Semua keluarga Bakr bin Wa'il menetap di berbagai penjuru Yamamah, membentang hingga Bahrain.

Dari kabilah Mudhar berkembang menjadi dua suku yang besar,
yaitu:
Qais Ailan bin Mudhar dan marga-marga Ilyas bin Mudhar.

1.Dari Qais Ailan bin Mudhar,
  • Bani Sulaim,
  • Bani Hawazin,
  • Bani Ghathafan.

2.Dari Ilyas bin Mudhar,
  • Tamim bin Murrah,
  • Hudzail bin Mudrikah,
  • Bani Asad bin Khuzaimah dan
  • marga-marga Kinanah bin Khuzimah.

Dari Kinanah ada Quraisy, yaitu anak keturunan Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah.

(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri hal.7-8)

Kisah Ibrahimعليه السلام datang menemui Isma'ilعليه السلام yang telah menikah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم


Ibrahimعليه السلام hendak menjenguk keluarga yang ditinggalkannya. Maka beliau datang setelah pernikahan anak kandungnya, yaitu Isma'ilعليه السلام dengan seorang wanita yang berasal dari kabilah Jurhum.

Tatkala beliau telah tiba di rumah Isma'ilعليه السلام, beliau tidak mendapatkan Isma'ilعليه السلام. Maka beliau pun bertanya kepada istri anaknya, tentang bagaimana keadaan mereka berdua setelah menikah. Lalu istri Isma'ilعليه السلام menjawab dengan mengeluhkan kehidupan mereka yang susah dan melarat.

Maka Ibrahimعليه السلام menitipkan pesan kepada istri anaknya, agar dia segera menyampaikan pesannya itu kepada Isma'ilعليه السلام agar merubah palang pintu rumahnya.

Setelah menerima pesan yang disampaikan ayahnya, maka Isma'ilعليه السلام mengerti maksud dari pesan ayahnya tersebut. Lalu Isma'ilعليه السلام pun segera menceraikan istrinya dan kemudian menikah lagi dengan wanita lain, yaitu putri Mudhadh bin Amru, seorang pemimpin dan juga pemuka bagi kabilah Jurhum.
(Qalbu Jaziratil-Arab, hal 230).

Setelah berlangsungnya pernikahan Isma'ilعليه السلام yang kedua kalinya ini, maka nabi Ibrahimعليه السلام datang lagi untuk menemui anaknya, namun beliau tidak bisa bertemu dengan anaknya Isma'ilعليه السلام. Beliau pun lalu bertanya kepada istri anaknya hal yang sama dengan pertanyaannya kepada istri pertama anaknya, yaitu tentang bagaimanakan keadaan mereka berdua setelah menikah. Maka jawaban dari istri anaknya adalah pujian kepada Allahﷻ. Lalu Ibrahimعليه السلام kembali lagi ke Palestina setelah beliau menitipkan pesannya lewat istri Isma'ilعليه السلام untuk anaknya agar dia memperkokoh palang pintu rumahnya.

Awal kisah membangun dan meninggikan sendi-sendi Ka'bah

Pada kedatangannya yang ketiga kalinya Ibrahim عليه السلام  akhirnya bisa bertemu dengan anaknya Isma'il عليه السلام yang pada saat itu beliau tengah meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon rindang yang berada dekat mata air Zamzam.

Pertemuan antara Ibrahimعليه السلام dengan Isma'ilعليه السلام terjadi setelah sekian lamanya mereka tak bertemu. Sebagai seorang ayah yang penuh rasa kasih sayang dan lemah lembut, sulit rasanya bagi beliau untuk bisa menahan kesabaran bersua dengan anaknya. Begitu pula dengan anaknya Isma'ilعليه السلام, sebagai anak yang berbakti dan shalih.

Dengan adanya pertemuan ini mereka berdua pun bersepakat untuk membangun Ka'bah, meninggikan sendi-sendinya dan Ibrahimعليه السلام memperkenankan kepada seluruh manusia untuk berhaji sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada beliau.

(Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, hal.6)

Featured Post

Kisah Perjuangan Rasululahﷺ Dalam Berdakwah