2018-01-13

Isma'il عليه السلام dan para pemimpin Ka'bah

ﺑِﺴْــﻢِ ﺍﻟﻠــﻪِ ﺍﻟـﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟـﺮَّﺣِﻴْـِـﻢ


Isma'ilعليه السلام, menjadi pemimpin Makkah dan menangani Ka'bah selama hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137 tahun. Dua putra beliau mengganti kedudukannya, yaitu Nabat, yang disusul Qaidar. Ada yang berpendapat sebaliknya. Setelah itu Mudhadh bin Amr Al-Jurhumi.

Maka, kepemimpinan Makkah beralih ke tangan orang-orang Jurhum dan terus berada ditangan mereka. Anak-anak Isma'ilعليه السلام merupakan titik pusat kemuliaan. Sebab ayahnyalah yang telah membangun Ka'bah dan mereka tidak mempunyai kewenangan hukum sama sekali.

Seiring dengan perjalanan waktu, lama-kelamaan anak keturunan Isma'ilعليه السلام semakin tenggelam, hingga keberadaan Jurhum semakin bertambah lemah dengan kemunculan Bukhtanashar (penguasa Kekaisaran Babilonia Baru dalam Dinasti Kasdim yang berkuasa ~605 SM-562 SM). Bintang Bani Adnan dalam bidang politik makin redup di langit Makkah sejak masa itu. Buktinya, saat Bukhtanashar berperang melawan bangsa Arab di Dzatu Irq, pasukan bangsa Arab saat itu tidak berasal dari Bani Jarhum.

Bani Adnan berpencar ke Yaman pada saat Perang Bukhtanashar II(tahun 587 SM). Setelah itu keadaan Bani Jurhum mulai suram di Makkah dan posisi mereka semakin terjepit. Sering kali mereka berbuat semena-mena terhadap para utusan yang datang ke sana dan menghalalkan harta di Ka'bah. Hal ini membuat murka orang-orang Bani Adnan. Tatkala Bani Khuza'ah tiba di Marr Dzahran dan bertemu dengan orang-orang Bani Adnan dari Jurhum hingga dapat diusir dari Makkah. Maka Bani Khuza'ah berkuasa di sana pada pertengahan abad kedua Masehi.

Tatkala Bani Jurhum berkuasa, mereka menggali sumur Zamzam untuk mencari tempatnya secara persis, lalu mengubur berbagai macam benda di sana. Ibnu Ishaq berkata, "Amr bin Al-Harits bin Mudhadh Al-Jurhumi keluar sambil membawa tabir Ka'bah dan Hajar Aswad, lalu menguburnya di sumur Zamzam. Kemudian bersama orang-orang Jurhum dia pindah ke Yaman. Tentu saja mereka sangat sedih karena harus meninggalkan kekuasaan atas Makkah.
Tentang hal ini Amr berkata dalam syairnya, :
"Seakan tiada teman bagi si pemalas saat ke Shafa tiada juga orang yang diajak mengobrol di Makkah kitalah penduduknya dan senantiasa berada di sana menyertai taburan debu dan malam-malam yang berubah".
Khuza'ah menangani urusan kota Makkah bersama-sama Bani Bakr. Pada masa kekuasaan mereka, orang-orang Bani Adnan berpencar di Najd, di pinggiran negeri Irak dan Bahrain. Sedangkan di pinggiran Makkah ada suku-suku dari Quraisy, yaitu Hulul dan Hurum serta suku-suku lain dari Bani Kinanah. Bani Kinanah ini tidak mempunyai wewenang sedikit pun untuk menangani Makkah dan Baitul-Haram, hingga muncul Qushay bin Kilab.

Qushay bin Kilab
Qushay berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka'bah.

Sebenarnya Abdu Manaf (anaknya yang kedua) lebih terpandang dan dihormati hidupnya, berbeda dengan kakaknya Abdud-Dar yang kurang disukai. Namun akhirnya Qushay menyerahkan kekuasaannya kepada Abdud-Dar demi kemaslahatan Quraisy. Kewenangan yang berjalan semasa hidup Qushay dan sepeninggalan ini dianggap layaknya agama yang harus diikuti.

Setelah Qushay meninggal dunia, kewenangan ini terus dijalankan anak-anaknya dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Tetapi setelah Abdu Manaf meninggal dunia, kerabatnya dari keturunan pamannya mulai mengusik kedudukan-kedudukan itu. Karena masalah ini, Quraisy terbagi menjadi dua kelompok, dan hampir saja mereka saling berperang. Tetapi mereka segera berdamai dan sepakat untuk membagi kedudukan-kedudukan tersebut.

Akhirnya ditetapkan, kewenangan mengurus akr minum dan makanan diserahkan kepada keturunan Abdu Manaf, sedangkan urusan Darun Nadwah, Panji dan Hijabah diserahkan kepada keturunan Abdud-Dar.

Keturunan Abdu Manaf menetapkan untuk membuat undian, siapakah yang berhak mendapatkan kedudukan ini. Dan akhirnya undian Itu jatuh kepada Hasyim bin Abdi Manaf.
Dialah yang berwenang menangani penyediaan air minum dan makanan sepanjang hidupnya.
Setelah Hasyim bin Abdi Manaf meninggal dunia, kedudukan ini dilanjutkan saudaranya, Al-Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf, kakek Rasulullahﷺ . Setelah itu dilanjutkan anak-anaknya hingga datangnya Islam, dan kewenangan ini ada ditangan Al-Abbas bin Abdul Muthalib.
(Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 1/129-132,137,178-179).


Featured Post

Kisah Perjuangan Rasululahﷺ Dalam Berdakwah